BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Di tengah
krisis multidimensi yang melanda tanah air kita, terdapat banyak masalah
terjadi yang membuat rakyat Indonesia kebingungan untuk memajukan bangsa ini.
Satu per satu masalah muncul di negeri ini, mulai dari bencana alam sampai
penyebaran wabah penyakit. Isu yang paling mengancam nasib bangsa ini adalah
masalah kesehatan nasional. Masalah kesehatan nasional yang dihadapi bangsa
kita sekarang adalah penyebaran wabah penyakit, pelayanan kesehatan yang buruk,
serta kurangnya biaya pengadaan fasilitas kesehatan padahal kesehatan nasional
merupakan fondasi penting dalam memajukan bangsa ini dari keterpurukan.Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah sistem pelayanan kesehatan Indonesia sudah
memadai dalam menangani masalah kesehatan Indonesia.
Salah satu permasalahan yang terjadi
adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kualitas pelayanan rumah sakit dapat
diketahui dari penampilan professional personil rumah sakit, efisiensi dan
efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien ditentukan oleh
keseluruhan pelayanan: pelayanan admisi, dokter, perawat, makanan, obat-obatan,
sarana dan peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit.
Dalam pengalaman sehari-hari,
ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan
sikap dan perilaku petugas RS, antara lain: keterlambatan pelayanan dokter dan
perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang kurang komunikatif dan informatif,
lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan di RS, sertaketertiban dan
kebersihan lingkungan RS.
Perilaku, tutur kata, keacuhan,
keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi
menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien RS. Tidak jarang
walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan harapannya merasa
cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan
martabatnya.
Dalam memberikan pelayanannya rumah
sakit harus cepat tanggap terhadap kebutuhan pasien baik itu dari segi
pengobatan, administrasi maupun ketepatan dalam bertindak. Tidak semua rumah
sakit akan kita dapatkan mutu pelayanan yang maksimal untuk pasiennya. Untuk
itu penulis mengangkat permasalahan mengenai Mutu Pelayanan di Rumah Sakit yang
saat ini banyak tidak memenuhi kepuasaan pasien.
Sedangkan yang kita ketahui bahwa Kesehatan
merupakan salah satu dari hak asasi manusia, seperti termaktub dalam UUD 1945.
Dalam UUD 1945 juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kesehatan sebagai hak
asasi manusia, mengandung suatu kewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan
berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini melandasi pemikiran bahwa sehat
adalah investasi. Kesehatan sebagai investasi sangat berkaitan dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Saat
ini kualitas pertumbuhan pembangunan bangsa Indonesia belum
menggembirakan. Laporan UNDP 2005 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke
110 dari 177 negara, di mana hanya satu tingkat di atas Uzbekistan dan dua
tingkat di bawah Vietnam. Sebagai negara yang menganut sistem negara kesatuan
(unitarisme), maka pembangunan kesehatan daerah merupakan satu sub sistem dari
Pembangunan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu dalam pembentukan
Organisasi Kesehatan Daerah seyogyanya memperhatikan pula aspek-aspek
hubungan dalam pembangunan kesehatan antar susunan pemerintahan.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Manajemen Kesehatan?
2. Apa
fungsi Manajemen Kesehatan?
3. Apa
yang dimaksud dengan Manajemen Rumah Sakit?
4. Apa
saja fungsi dari Manajemen Rumah Sakit?
5. Apa
saja masalah pokok Manajemen Rumah Sakit?
6. Apa
yang dimaksud mutu pelayanan kesehatan?
7. Apa
yang dimaksud mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Defenisi Manajemen Kesehatan
Manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain
guna mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan.” Apabila batasan ini
diterapkan dalam bidang kesehatan masyarakat dapat dikatakan sebagai berikut :
“Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.” Dengan kata lain manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
“Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.” Dengan kata lain manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
2.2
Batasan
Manajemen
Banyak
ahli yang telah membuat batasan tentang manajemen antara lain:
a. Manajemen
adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan orang
lain. (Robert D.Terry)
b. Manajemen
adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi.
(Encyclopedia of social sciences)
c. Manajemen
adalah membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan
fungsi-fungsinya dapat dipecah sekurang-kurangnya dua tanggung jawab utama,
yakni perencanaan dan pengawasan
d. Manajemen
adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil tujuan yang tidak dapat
dicapai oleh hanya satu orang saja. (Evancevich,
1989)
2.3
Fungsi
Manajemen Kesehatan
Manajemen suatu seni mengatur orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi atau unit pelayanan, maka manajemen tersebut mempunyai
fungsi-fungsi. Dari berbagai pendapat para ahli dapat ditarik Pada umumnya,
fungsi manajemen dalam suatu organisasi meliputi:
1.
Planning (perencanaan) adalah sebuah
proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan
menetapkan alternative kegiatan untuk pencapaiannya.
2.
Organizing (pengorganisasian) adalah
rangkaian kegiatan menajemen untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang
dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai
tujuan organisasi.
3.
Actuating (directing, commanding,
motivating, staffing, coordinating) atau fungsi penggerakan pelaksanaan adalah
proses bimbingan kepada staff agar mereka mampu bekerja secara optimal
menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan ketrampilan yang telah dimiliki,
dan dukungan sumber daya yang tersedia.
4.
Controlling (monitoring) atau
pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses untuk mengamati secara terus
menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan.
2.4
Manajemen Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan salah satu dari sekian
banyak jasa pelayanan yang memberikan pelayanan umum dibidang kesehatan bagi
masyarakat luas. Untuk itu pelayanan yang baik dan memuaskan bagi masyarakat
terutama pasien, menjadi hal yang utama perlu untuk diperhatikan. Karena apabila yang kita berikan
kepada pasien membuat pasien puas dan dihargai maka akan berimbas baik
kedepannya dimana mereka akan mempercayakan pelayanan kesehatannya kepada rumah
sakit tersebut. Selain itu jika pelayanan yang didapatkan baik, pasien tidak
hanya sekali menggunakan jasa pelayanan anda, bahkan mereka juga akan
mengatakan hal itu kepada orang-orang di sekitarnya. Dan orang-orang tersebut akan
lebih percaya terhadap orang yang sudah berpengalaman langsung dibandingkan
dari iklan atau janji-janji melalui media apapun.
Masalah
manajemen rumah sakit pada akhir-akhir ini memang banyak disorot. Tidak saja
atas keluhan-keluhan masyarakat yang merasa kecewa dengan pelayanan rumah
sakit, baik dari segi mutu, kemudahan, dan tarif, tetapi juga perkembangan
zaman yang memang sudah mendesak ke arah perbaikan-perbaikan itu.
Setidak-tidaknya ada beberapa alasan untuk meningkatkan kemampuan manajemen
rumah sakit:
1.
Perkembangan
ilmu dan teknologi kedokteran yang cepat.
Dalam 10-20
tahun terakhir, ilmu kedokteran (termasuk di Indonesia) telah berkembang tidak
saja ke tingkat spesialisasi dalam bidang-bidang ilmu kedokteran, tetapi sudah
ke superspesialisasi. Sejalan dengan ini, teknologi yang dipergunakan juga
semakin meningkat. Bisa dipahami bahwa investasi dalam dunia kedokteran dan
rumah sakit akan semakin mahal. Karena itu, manajemen rumah sakit yang tidak
baik akan menimbulkan pelayanan kesehatan yang semakin mahal atau sebaliknya,
bahwa rumah sakit tidak dapat berjalan dan bangkrut. Dalam hal ini perlu
disadari bahwa dengan perkembangan tersebut, pelayanan rumah sakit pada
dasarnya memang cenderung menjadi mahal.
2.
Demand
masyarakat yang semakin meningkat dan meluas.
Masyarakat tidak
saja menghendaki mutu pelayanan kedokteran yang baik, tetapi juga semakin
meluas. Masalah-masalah yang dahulu belum termasuk bidang kedokteran. Terjadi
apa yang disebut proses medicalization. Dapat dimengerti bahwa karenanya beban
rumah sakit akan semakin berat.
3.
Dengan
semakin luasnya bidang kegiatan rumah sakit, semakin diperlukan unsur-unsur
penunjang medis yang semakin luas pula, misalnya: masalah-masalah administrasi,
pengelolaan keuangan, hubungan masyarakat dan bahkan aspek-aspek
hukum/legalitas. Belum lagi kehendak pasien yang menghendaki unsur penunjang
non medis yang semakin meningkat sesuai dengan kebutuhan manusia masa kini.
Manajemen rumah sakit dengan demikian akan semakin kompleks. Makin lama makin
dirasakan perlunya peningkatan pengelolaan rumah sakit secara profesional.
Ada kesan bahwa
kecenderungan di atas kurang diperhitungkan. Rumah sakit seolah-olah
“ketinggalan kereta” menanggapi kecenderungan itu. Disamping itu, juga
masalah-masalah yang elementer banyak yang belum terselesaikan, misalnya
seperti yang ditulis oleh J.Sadiman yaitu hubungan antara direksi rumah sakit
dan penulis rumah sakit (yayasan) sehingga sering terjadi kesalahpahaman di
antara keduanya.
Rumah sakit di
Indonesia untuk sebagian besar ±70%, dimiliki oleh pemerintah. Sebagian rumah
sakit swasta didirikan oleh lembaga/yayasan, khususnya dengan latar belakang
keagamaan atau lembaga-lembaga sosial lainnya, yang biasanya diprakarsai oleh
kalangan masyarakat atau orang-orang yang terhormat. Sudah tentu, rumah sakit
seperti ini membawa misi sosial dan karena itu tidak profit marking.
Mungkin karena sifat non-profit making inilah, ada kesan bahwa
rumah sakit seperti ini dikelola “asal jalan” dan semata-mata mengutamakan
pelayanan medis pasien-pasien yang dirawat. Kerugian yang ada biasanya akan
ditangani lembaga-lembaga keagamaan/sosial yang bersangkutan, dari
donasi/sumbangan yang diperolehnya.
2.5
Fungsi Manajemen di Rumah Sakit
1.
Perencanaan merupakan salah satu
fungsi manajemen yang penting, karena perencanaan memegang peranan yang sangat
strategis dalam keberhasilan upaya pelayanan kesehatan di RS. Terdapat beberapa
jenis perencanaan spesifik yang
dilaksanakan di RS, yaitu : (a) perencanaan pengadaan obat dan logistik,
yang disusun berdasarkan pola konsumsi dan pola epidemiologi, (b) perencanaan
tenaga professional kesehatan, dalam menentukan kebutuhan tenaga tersebut
misalnya ; tenaga perawat dan bidan, menggunakan beberapa pendekatan, antara
lain ; ketergantungan pasen, beban kerja, dll.
2.
Pengorganisasian merupakan upaya untuk
menghimpun semua sumber daya yang dimiliki RS dan memanfaatkannya secara
efisien untuk mencapai tujuannya. Pengorganisasian dalam manajemen pelayanan
kesehatan di rumah sakit, sama hal dengan di organisasi lainnya.
3.
Penggerakan pelaksanaan, manajemen rumah sakit
hampir sama dengan hotel atau penginapan, hanya pengunjungnya adalah orang
sakit (pasen) dan keluarganya, serta pada umumnya mempunyai beban
sosial-psikologis akibat penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang
sedang dirawat. Kompleksitas fungsi
penggerakan pelaksanaan di RS sangat dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu :
(1) sifat pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada konsumen penerima jasa
pelayanan kesehatan (customer service), dengan hasil pelayanan
kemungkinan ; sembuh dengan sempurna, sembuh dengan cacat dan meninggal.
Apapun hasilnya kualitas pelayanan diarahkan untuk kepuasan pasen dan
keluarganya. (2) Pelaksanaan fungsi actuating ini sangat kompleks,karena tenaga
yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.
4.
Pengawasan dan
pengendalian, merupakan proses untuk mengamati secara terus
menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk menjalankan fungsi
ini diperlukan adanya standar kinerja yang jelas. Dari standar tersebut dapat ditentukan
indikator kinerja yang akan dijadikan dasar untuk menilai hasil kerja (kinerja)
pegawai. Penilaian kinerja pegawai di RS meliputi tenaga yang memberikan
pelayanan langsung kepada pasen, seperti ; perawat, bidan dan dokter maupun
tenaga administratif. Adanya indikator kinerja, akan memudahkan dalam melakukan
koreksi apabila ada penyimpangan.
2.6
Masalah
Pokok
Dalam hubungan
ini ada beberapa masalah pokok yang perlu memperoleh perhatian:
a.
Hubungan
Yayasan/Pemilik dengan Direksi Rumah Sakit
Hubungan
yayasan/pemilik rumah sakit dengan rumah sakit sebenarnya tergantung dari
kemampuan yayasan/pemilik rumah sakit sendiri dalam memahami masalah-masalah
perumahsakitan. Sebagai pemilik, yayasanlah yang harus menentukan kebijaksanaan
pokok pengelolaan rumah sakit serta memikul tanggung jawab terakhir terhadap
akibat-akibat yang timbul dari pengelolaan rumah sakit tersebut.
Adapun
pelaksanaan kebijaksanaan ini harus dilakukan oleh pimpinan rumah sakit/direksi
rumah sakit yang bekerja dan bertanggung jawab kepada yayasan. Karena itu,
adalah kewajiban pengurus yayasan untuk selalu mengikuti perkembangan dunia
perumahsakitan, sehingga dapat menetukan kebijaksanaan yang tepat. Apabila
fungsi ini belum atau kurang dapat dilaksanakan oleh pengurus yayasan/pemilik
rumah sakit, pengurus yayasan dapat mengangkat beberapa orang yang dianggap
kompeten untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi atau saran-saran guna
pengambilan keputusan bagi yayasan. Atau, pengurus yayasan dapat membentuk
semacam badan yang mewakili yayasan dalam pengelolaan rumah sakit sehari-hari.
Dengan demikian,
fungsi dari pengurus yayasan/pemilik dalam manajemen rumah sakit adalah semacam
Governing Board, dengan fungsi utama yaitu merupakan suatupolicy making
system dari suatu rumah sakit yang akan menentukan corak rumah sakit
tersebut pada masa kini atau di masa yang akan datang dan merupakan sebagai
penghubung internal system dari rumah sakit tersebut
dengan external system, serta untuk mengerahkan dukungan masyarakat
terhadap rumah sakit itu.
Dalam hal rumah
sakit tersebut adalah rumah sakit pemerintah, badan semacamGoverning Board (sebenarnya)
juga dapat diadakan. Badan semacam ini bertanggung jawab kepada pemerintah
sesuai dengan tingkat hierarkis pemerintahan yang menunjuk. Sudah tentu,
keanggotaan Governing Board ini merupakan kehormatan dan
terdiri dari oran-orang yang telah menunjukkan kepemimpinan dalam masyarakat
serta memahami fungsi dan peranan rumah sakit.
Dengan demikian
badan ini dapat menjembatani kebutuhan masyarakat dengan kemampuan pemerintah
di wilayah rumah sakit yang bersangkutan. Dalam hal ini, dengan memperhatikan
kekhususan yang ada pada sistem pemerintahan kita, ketua Governing
Board ini sebaiknya pejabat pemerintah yang menangani masalah-masalah
perumahsakitan.
Dengan gambaran
ini kiranya jelas hubungan antara yayasan/pemilik rumah sakit dan rumah sakit
(yang diwakili oleh pimpinan/direksi rumah sakit). Direksi rumah sakit
merupakan pelaksana kebijaksanaan sehari-hari, bertanggung jawab dan diangkat
oleh yayasan/pemilik rumah sakit. Sudah tentu hubungan ini harus dituangkan
dalam peraturan dasar rumah sakit tersebut, sehingga jelas adanya hak dan
kewajiban yang saling mengikat antara rumah sakit dan yayasan/pemilik rumah
sakit.
b.
Hubungan
Rumah Sakit-Dokter
Masalah ini juga
sangat pelik sebab hampir seluruh rumah sakit yang besar sekalipun tidak
memiliki dokter ahli yang tetap. Dewasa ini mereka bekerja secara lepas dan
tersendiri dan rumah sakit semata-mata memberikan hak kepada dokter-dokter
untuk merawat pasien di rumah sakit. Sebagian rumah sakit menyelenggarakan
hubungan kerja secara part time untuk suatu jabatan rumah sakit tertentu,
misalnya untuk direksi medis atau kepala-kepala bagian.
Namun sudah ada
rumah sakit swasta yang justru melepas keterikatan dengan dokter-dokter ahli
ini. Hubungan ini membawa implikasi yang pelik dalam hubungan keuangan.
Dokter-dokter itu merupakan orang yang dihormati yang berada diluar organisasi
rumah sakit dan tetap menentukan jalannya rumah sakit.
Dengan peranan
yang besar dari para dokter dan sebaliknya, begitu kendornya hubungan antara
dokter dan rumah sakit dewasa ini tidak saja memberi dokter posisi unik di
rumah sakit, tetapi juga sangat berpengaruh dalam memberikan warna terhadap
pengelolaan rumah sakit secara keseluruhan. Karena itu, banyak direktur rumah
sakit yang sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa dalam menghadapi
dokter-dokter.
Meskipun
demikian, dengan adanya kebutuhan untuk meningkatkan manajemen rumah sakit
seperti diatas, pola-pola hubungan itu sudah harus diletakkan dari sekarang.
Dalam menghadapi masalah ini, rumah sakit sebenarnya lebih banyak harus
menyesuaikan diri dengan kebijaksanaan pemerintah, karena hampir semua dokter
spesialis berada dalam kewenangan pemerintah.
Dari segi
manajemen, rumah sakit dapat saja bertahan dalam keadaan sekarang, artinya
mempertahankan status hubungan sebagai dokter tamu atau status part
timerdengan dokter-dokter ahli, atau sebagai konsultan, namun akhirnya masyarakat
yang menjadi korban. Seperti yang kita lihat sekarang, dimana terjadi
disparitas yang besar antara rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah sakit
pemerintah mampu memberikan pelayanan yang murah, sehingga banyak dimanfaatkan
banyak orang, tetapi berakibat kualitas pelayanannya sering dianggap kurang.
Sebaliknya, dari segi pengabdian merupakan tempat pengabdian yang utama.
Sedangkan di rumah sakit swasta, mereka memperoleh insentif dari aspek-aspek
material.
Disparitas
diatas mengesankan bahwa rumah sakit swasta untuk golongan yang mampu dan rumah
sakit pemerintah untuk melayani golongan yang kurang mampu. Tetapi, dalam
perkembangan waktu, rumah sakit pemerintah pun didorong untuk memiliki
fasilitas golongan yang mampu dengan timbulnya fasilitas-fasilitas
khusus rumah sakit pemerintah. Disini juga dikomodir kepentingan
dokter dari segi material.
Keadaan seperti
ini, pada akhir-akhir ini telah memperoleh perhatian. Konon sedang dipikirkan,
bagaimana rumah sakit juga dapat memiliki dokter-dokter ahli yang full
time, sehingga pelayanan rumah sakit semakin dapat dijangkau oleh
masyarakat luas.
c.
Pengelola
Rumah Sakit
Pengelolaan
rumah sakit sehari-hari menjadi wewenang dan tugas direksi rumah sakit sendiri.
Pada dasarnya, betapapun mungkin kebijaksanaan yang diberikan oleh pengurus
yayasan/pemilik rumah sakit mungkin sudah baik, citra rumah sakit akan
terbentuk oleh pelaksanaan tugas sehari-hari.
Seperti
dikatakan di atas, masalah-masalah ini menjadi semakin kompleks. Pelayanan
administrasi/penunjang/hubungan masyarakat dan aspek-aspek hukum/peraturan
rumah sakit semakin luas. Hal ini memerlukan penanganan manajemen secara lebih
profesional. Hospital mangement telah berkembang menjadi ilmu
yang tersendiri. Sebaliknya, dengan peningkatan ilmu kedokteran ke tingkat
superspesialisasi, ada anggapan bahwa dokter-dokter secara profesional sayang
apabila menangani masalah-masalah yang non medis.
Masalah itu
perlu dikemukakan, karena peranan dokter adalah sangat kuat dan pengelolaan
rumah sakit di Indonesia dewasa ini, yang dengan sendirinya mempengaruhi
jalannnya organisasi-organisasi rumah sakit, yaitu penyelenggaraan organisasi
diagnostik,therapy, perawatan pasien, penyediaan/logistik,
administrasi/keuangan, rumah tangga, perlengkapan dan lain sebagainya.
Tentunya akan
sangata ideal, apabila seorang direktur adalah seorang dokter yang telah
memperoleh pendidikan dalam Hospital Management. Tidak berlebihan
bahwa para manajer rumah sakit di Indonesia telah banyak belajar dari
pengalaman, namun dalam menghadapi perumahsakitan yang semakin kompleks,
masalah ini perlu dipecahkan, sehingga kemampuan rumah sakit itu dapat
ditingkatkan.
d.
Struktur
Organisasi
Jika kita
melihat penjelasan sebelumnya, maka jelaslah bahwa ada tiga badan yang sangat
penting dengan tugas dan wewenang yang cukup jelas, yaitu:
a.
Pemilik
Rumah Sakit/Yayasan/Governing Board
b.
Direksi
Rumah Sakit.
c.
Staf
Kedokteran (Medical Staff)
Ketiga badan
ini, sesuai dengan fungsi dan wewenangnya yaitu saling mengisi dan mengontrol,
sehingga tercapai keseimbangan untuk mengarahkan tujuan yang hendak dicapai
oleh rumah sakit itu.
Tetapi khusus di
Indonesia, ketiga badan ini pada umumnya masih sering terjadi semacam conflict
of interest dari masing-masing anggota badan tersebut, karena dari
segi personalia sering tidak dapat dipisahkan tugas seorang dokter yang menjadi
direksi rumah sakit yang sekaligus merawat pasien atau anggota yayasan yang
juga merawat pasien. Dalam tahap sekarang masalah ini memang dalam batas-batas
tertentu tidak dapat dihindari, karena peranan yang besar dari para dokter
dalam badan-badan tersebut. Masalah ini dalam tahap pertama tentunya dapat
dikurangi dengan suatu job discriptionyang sejelas-jelasnya.
Di masa depan,
dengan perkembangan rumah sakit yang semakin kompleks, tentunya dianjurkan adanya
pemisahan yang jelas. Dalam hubungan ini, untuk kemudahan komunikasi ketiga
badan ini dapat membentuk semacam “Badan Musyawarah” yang merumuskan dan
menampung permasalahan-permasalahan yang ada, sebelum diputus oleh
yayasan/Governing Board/pemilik rumah sakit.
Kepentingan
untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan rumah sakit memang sudah mendesak.
Dalam tahap pertama, perlu disadari pentingnya keseragaman pandangan di antara
pendukung suatu rumah sakit, baik pengurus yayasan, direksi dan para dokter, rumah
sakit, lambat atau cepat, semakin dihadapkan pada masalah-masalah yang semakin
pelik. Untuk itu pengelolaan rumah sakit harus semakin ditingkatkan sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen yang berlaku.
Apabila masalah
ini sudah dicapai, direksi rumah sakit yang bertugas mengelola rumah sakit akan
banyak didorong dan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip Hospital
Administration secara semestinya.
2.7
Kecenderungan Rumah Sakit kedepan
Terdapat
dua hal yang perlu diantisipasi oleh rumah sakit, yaitu adanya perubahan pola
pemerintahan yang bersifat desentralisasi, dimana setiap daerah mempunyai
otonomi untuk mengembangkan daerahnya termasuk dalam mengelola pelayanan
kesehatan dan akan memasuki era globalisasi.
Untuk itu RS perlu melakukan
pembenahan secara internal, antara lain :
a.
Mengembangkan struktur organisasi
sesuai dengan tuntutan perubahan dan kebutuhan yang spesifik
b.
Menerapkan manajemen strategis secara konkrit
c.
Mendayagunakan dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
tenaganya, termasuk tenaga keperawatan (perawat dan bidan)
d.
Memanfaatkan pendapatan sendiri untuk memperoleh kemandirian
dan kesinambungan (sustainability)
2.8
Masa
Depan Rumah Sakit
Banyak rumah
sakit yang mengalami kesulitan biaya dan akan dijual, tidak mampu lagi membayar
biaya rumah sakit. Hanya (20-30)%, rakyat yang mampu membayar rumah sakit,
semetara rumah sakit mendapat kesulitan untuk membayar gaji karyawan-karyawan.
Rumah sakit adalah suatu proyek yang bersifat labour interview sehingga
biaya personel akan sangat besar (Majalah Asian Medical News, 3 Juli 1979).
Dari pernyataan
diatas dapat disimpulkan bahwa pada saat sekarang ini memang banyak rumah sakit
yang sudah dijual karena ketidakmampuan lagi rakyat untuk membayar biaya rumah
sakit, sehingga sulit dalam pembayaran rumah sakit serta gaji para karyawan.
1.
Perkembangan
Manajemen Rumah Sakit
Manajemen rumah
sakit memang semakin kompleks dan makin banyak disiplin ilmu yang terlibat di
dalamnya. Tidak saja profesi kedokteran, tetapi juga teknik, ekonomi, hukum,
akuntan, dan lain-lain. Di Amerika Serikat, rumah sakit dengan 160 tempat tidur
sudah menggunakan komputer.
Perkembangan itu
sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, penemuan obat-obatan, dan
bahkan kebutuhan masyarakat modern pada umumnya. Rumah sakit, seperti halnya pelayanan
kesehatan pada umumny, makin luas jangkauannya dan bahkan menjangkau hal-hal
yang dulu dianggap bukan masalah kesehatan. Inilah yang dinamakan proses medicalization,
yang memprluas jangkauan masalah kesehatan dan merupakan satu faktor dari
kenaikan biaya kesehatan.
Meskipun
demikian, lkenaikan biaya itu tidak sama di berbagai negara, tergantung
berbagai faktor yaitu antara lain: tersedianya tempat tidur, sistem keuangan
dan bahkan teknologi yang diterapkan. Tetapi, kenaikan biaya rumah sakit selalu
lebih besar dibandingkan dengan komponen-komponen lain dari biaya kesehatan.
Di awal
perkembangan rumah sakit dihampir semua negara, perkembangan rumah sakit
menunjukkan kecenderungan yang sama. Ada suatu periode di mana profesi
kedokteran memegang peranan yang besar pada awalnya. Manajemen rumah sakit
masih sederhana, sehingga masih belum perlu ditangani oleh profesi yang
lainnya. Di pihak lain, persoalan yang dihadapi rumah sakit masih sebagian
besar masalah-masalah yang menyangkut medis, sehingga meskipun ada profesi yang
lain, masih sekadar bersifat penunjang. Masalah kesehatan masih merupakan beban
yang terbesar. Di Indonesia untuk beberapa mungkin masih agak lama masih dalam
periode ini.
Di Indonesia,
perkembangan spesialisasi ke sub-spesialisasi ini telah berlangsung sekitar
10-15 tahun. Keadaan seperti ini membawa akibat dalam banyak hal. Organisasi
rumah sakit makin lama makin besar, berhubung semakin terpecah menjadi
unit-unit yang kecil. Masalah administrasi/informasi yang sangat penting dalam menentukan
pola manajemen rumah sakit juga semakin besar dan banyak teknologi yang
digunakan juga semakin meningkat. Rumah sakit dengan demikian tidak asja
menjadi proyek yang labour intensive tetapi juga menggunakan
teknologi yang tinggi. Bisa dipahami, apabila biaya rumah sakit semakin
meningkat dengan cepat.
Perkembangan itu
akan berakibat ganda, pendidikan dokter akan semakin lama dan mahal. Enam tahun
menjadi dokter umum, 4 tahun untuk mencapai spesialisasi dan entah beberapa
tahun untk superspesialisasi. Ini berakibat bahwa dokter-dokter makin tidak
sempat lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi/manajemen dan bahkan
sayang apabila investasi dalam pendidikan dokter yang mahal itu digunakan untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan non medis.
Sebaliknya,
dengan organisasi rumah sakit yang semakin besar, makin diperlukan kemampuan
manajemen, pengelolaan uang, sistem informasi yang semakin meningkat. Peranan
profesi lain semakin penting yang menimbulkan peranan yang semakin besar dari
administrator rumah sakit, dan sebaliknya menempatkan dokter-dokter sebagai
tamu, yaitu orang yang dihormati di rumah sakit meskipun masih sangat
menentukan jalannya rumah sakit. Bentuk yang terakhir ini banyak ditemui di
Amerika Serikattma di rumah sakit swasta yang profit making.
2.
Masa
Depan Rumah Sakit
Rumah sakit
dewasa ini sedang menghadapi suatu masa yang kritis. Di negara-negara maju,
rumah sakit menghadapi kritik yang tajam, baik dari masyarakat maupun
pemerintah, khususnya mengenai biaya rumah sakit yang sangat tinggi. Di
negara-negara berkembang, rumah sakit didorong untuk mampu meningkatkan
pelayanan dengan tingkat teknologi yang tinggi dan kenyamanan, agar dapat
memenuhi kebutuhan dan selera segenap masyarakat, tanpa memperhatikan
kemampuanmasyarakat untuk dapat memikul beban biayanya.
Rumah sakit
ternyata telah mengambil bagian terbesar dalam pembiayaan pelayanan kesehatan.
Sekitar 50% biaya pelayanan kesehatan akan tersedot bagi rumah sakit. Namun
biaya yang tinggi itu ternyata banyak yang sebenarnya tidak perlu. Tidak saja
banyak kasus yang sebenarnya terlalu lama dirawat di rumah sakit melebihi waktu
yang diperlukan, tetapi juga banyak tindakan yang sebenarnya tidak perlu,
tetapi toh dilakukan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, sekitar 30% operasi
jantung terbuka ternyata sebenarnya tidak perlu, sedangkan biaya operasi
jantung sedikitnya berjumlah sekitar 20.000 dolar AS per kasus.
Krisis rumah
sakit semacam itu memang sedang berlangsung, khususnya di Amerika Serikat dan
negara-negara maju lainnya. Tetapi untuk sebagian juga akan terjadi di banyak
negara berkembang dan bahkan mungkin sudah terjadi, apabila sejak awal
masala-masalah yang sering di belakang krisis itu tidak atau kurang
diperhatikan.
a.
Masalah
Perencanaan
Masalah
perencanaan merupakan awal dari kesalahan-kesalahan itu dan dalam hal ini sudah
tentu setiap negara mempunyai permasalahannya sendiri yang khas.
Perencanaan
rumah sakit di negara-negara maju sedikit menghadapi kondisi yang berbeda,
terutama disebabkan oleh perubahan-perubahan yang cepat dalam bidang pelayanan
kesehatan sejak dasawarsa 70-an. Perubahan itu antara lain disebabkan oleh
perkembangan teknologi kedokteran, biaya pelayanan kesehatan rumah sakit yang
juga meningkat dengan cepat.
b.
Manajemen
Manajemen rumah
sakit merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan rumah sakit secara
keseluruhan dan bahkan merupakan salah satu sendi utama dalam kegiatan
sehari-hari. Manajemen administrasi rumah sakit punya kewajiban dan juga
tanggung jawab moral serta hukum untuk memberikan mutu pelayanan yang sesuai
standar untuk pasien yang ditanganinya.
Agar dapat
memberi pelayanan dengan baik maka dibutuhkan berbagai sumber daya yang baik.
Istilah manajemen sendiri berasal bahasa latin manui, berarti tangan yang
pegang kendali kuda agar sang kuda dapat diarahkan mencapai tujuan yang dengan
baik.
Rumah sakit
punya kewajiban dan juga tanggung jawab moral serta hukum untuk memberikan mutu
pelayanan yang sesuai standar untuk pasien yang ditanganinya. Pelayanan
kesehatan yang bermutu tinggi dimulai dengan standar etika manajerial yang tinggi
pula. Manajemen mutu harus meliputi kegiatan-kegiatan:
Ø Sistem untuk
memberlakukan standar professional, baik dari sudut tingkah laku, organisasi
serta penilaian kegiatan sehari-hari.
Ø Sistem
pengamatan agar pelayanan selalu diberikan sesuai standar dan deteksi bila
terdapat penyimpangan.
Ø Sistem untuk
senantiasa menunjang berlakunya standar professional.
c.
Pembiayaan
rumah sakit
Sementara itu
rumah sakit dihadapkan pada biaya yang selalu meningkat, rumah sakit juga
dihadapkan pada kepentingan pemerintah di mana saja dan masyarakat yang
menghendaki biaya rumah sakit yang wajar, syukur dapat murah.
Sekali lagi,
betapapun rumah sakit itu secara alamiah adalah mahal, karena rumah sakit toh
harus tetap merupakan institusi sosial, namun yang menjadi masalah selalu tidak
saja biaya rumah sakit yang mahal, juga pemakaian rumah sakit yang ternyata
tidak efisien dan berlebihan. Untuk sebagian hal ini juga disebabkan oleh
sistem pembiayaan sakit itu sendiri.
Ideologi baru
ternyata telah mampu menekan biaya pelayanan kesehatan di berbagai negara,
sehingga rumah sakit yang tidak efisien dipaksa untuk gulung tikar. Ideologi
baru ini telah menampilkan wajah pelayanan kesehatan dengan berbagai ciri/sifat
sistem pembiayaan tertentu, antara lain seperti di bawah ini:
1.
Mengubah
sistem pembiayaan
2.
Mengubah
sistem orientasi pelayanan
3.
Penggunan
teknologi tepat guna.
2.9
Mutu Pelayanan Kesehatan
2.9.1
Pengertian
Mutu
Ø
Philip. B. Crosby berpendapat bahwa
:
1.
Mutu adalah derajat dipenuhinya persyaratan yang
ditentukan.
2.
Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila mutu
rendah merupakan hasil dari ketidak sesuaian. Mutu tidak sama dengan kemewahan.
Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala spesifikasinya akan
dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Diakui bahwa ada korelasi erat
antara beaya dan mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi
keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu sistem yang
berorientasi pada peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan
dalam penilaian. Crosby mengidentifikasi 14 langkah peningkatan mutu. Kata
kunci mutu: kerjakan sesuatu dengan benar sejak awal dan kerjakan tugas yang
benar dengan baik.
2.9.2
Pengertian Mutu Pelayanan
Kesehatan
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang berhubungan
dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat
memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan
dan kekurangan gizi (Milton I Roemer dan CMontoya Aguilar, WHO, 1988).
Arti
Mutu Pelayanan Kesehatan dari beberapa sudut pandang yaitu:
Ø
Pasien, Petugas Kesehatan dan
Manajer
Mutu merupakan fokus sentral dari tiap uapaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan.
Ø Pasien dan Masyarakat
Mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek dan tanggap
akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan
dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.
Ø Petugas Kesehatan
Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik
dan memenuhi standar yang baik.
Ø Kepuasan Praktisioner
Suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan
dari pekerja praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya
sendiri
Ø Manajer
Mutu" adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan
pasien ditingkatkan mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor
yang tidak diinginkan (JCAHO 1993).
2.10
Mutu pelayanan rumah sakit (RS)
Mutu pelayanan rumah sakit (RS)
dapat ditelaah dari tiga hal, yaitu:
1.
struktur (sarana fisik, peralatan,
dana, tenaga kesehatan dan nonkesehatan, serta pasien)
2.
proses (manajemen RS baik manajemen
interpersonal, teknis maupun pelayanan keperawatan yang kesemuanya tercermin
pada tindakan medis dan nonmedis kepada pasien)
3.
outcome
a.
Aspek Mutu yang dapat dipakai
sebagai indikator untuk menilai mutu pelayanan RS yaitu:
Ø
penampilan keprofesian (aspek
klinis),
Ø
efisiensi dan efektivitas,
Ø
keselamatan
Ø
kepuasan pasien.
b.
Dalam pengalaman sehari-hari,
ketidakpuasan pasien yang paling sering dikemukakan dalam kaitannya dengan
sikap dan perilaku petugas RS, antara lain:
Ø
keterlambatan pelayanan dokter dan
perawat.
Ø
dokter sulit ditemui.
Ø
dokter yang kurang.
Ø
komunikatif dan informatif.
Ø
lamanya proses masuk pasien RS.
Indikator kepuasan pasien di Ruah
Sakit yaitu:
ü Pelayanan masuk RS:
1. Lama waktu pelayanan sebelum dikirim ke ruang perawatan.
2. Pelayanan petugas yang memproses masuk ke ruang perawatan.
3. Kondisi tempat menunggu sebelum dikirim ke ruang perawatan.
4. Pelayanan petugas Instalasi Gawat Darurat(IGD).
5. Lama pelayanan di ruang IGD.
6.
Kelengkapan peralatan di ruang IGD.
ü Pelayanan dokter:
1.
Sikap dan perilaku dokter saat
melakukan pemeriksaan rutin.
2.
Penjelasan dokter terhadap
pengobatan yang akan dilakukannya.
3.
Ketelitian dokter memeriksa
responden.
4.
Kesungguhan dokter dalam menangani
penyakit responden.
5.
Penjelasan dokter tentang obat yang
harus diminum.
6.
Penjelasan dokter tentang makanan
yang harus dipantang.
7.
Kemanjuran obat yang diberikan
dokter.
8.
Tanggapan dan jawaban dokter atas
keluhan responden.
9. Pengalaman dan senioritas dokter.
ü Pelayanan perawat:
1. Keteraturan pelayanan perawat setiap hari (pemeriksaan nadi,
suhu tubuh, dan sejenisnya)
2. Tanggapan perawat terhadap keluhan responden
3. Kesungguhan perawat melayani kebutuhan responden
4. Keterampilan perawat dalam melayani (menyuntik, mengukur
tensi, dan lain -lain)
5. Pertolongan sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan, dan
sebagainya)
6. Sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu
pasien
7. Pemberian obat dan penjelasan cara meminumnya
8. Penjelasan perawat atas tindakan yang akan dilakukannya
9. Pertolongan perawat untuk duduk, berdiri, dan berjalan.
ü Pelayanan makanan pasien:
1. Variasi menu makanan
2. Cara penyajian makanan
3. Ketepatan waktu menghidangkan makanan
4. Keadaan tempat makan (piring, sendok)
5. Kebersihan makanan yang dihidangkan
6.
Sikap dan perilaku petugas yang
menghidangkan makanan.
ü Sarana medis dan obat-obatan:
1. Ketersediaan obat-obatan di apotek RS
2. Pelayanan petugas apotek RS
3. Lama waktu pelayanan apotek RS
4. Kelengkapan peralatan medis sehingga tak perlu dikirim ke RS
lain untuk pemakaian suatu alat
5. Kelengkapan pelayanan laboratorium RS
6. Sikap dan perilaku petugas pada fasilitas penunjang medis.
7. Lama waktu mendapatkan kepastian hasil dari penunjang medis.
ü
Kondisi
fasilitas RS (fisik RS):
1.
Keterjangkauan letak RS
2.
Keadaan halaman dan lingkungan RS
3.
Kebersihan dan kerapian gedung,
koridor, dan bangsal RS
4.
Keamanan pasien dan pengunjung RS
5.
Penerangan lampu pada bangsal dan
halaman RS di waktu malam
6.
Tempat parkir kendaraan di RS.
ü Kondisi fasilitas ruang perawatan:
1. Kebersihan dan kerapian ruang perawatan
2. Penerangan lampu pada ruang perawatan
3. Kelengkapan perabot ruang perawatan
4. Ruang perawatan bebas dari serangga (semut, lalat, nyamuk).
ü
Pelayanan
administrasi keluar RS:
1. Pelayanan administrasi tidak berbelit-belit dan menyulitkan
2. Peraturan keuangan sebelum masuk ruang perawatan
3. Cara pembayaran biaya perawatan selama dirawat
4. Penyelesaian administrasi menjelang pulang
5. Sikap dan perilaku petugas administrasi menjelang pulang.
Controling juga sebagai wadah untuk mengenmbangkan sejauh
mana kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan sesuai rencana.
Tipe RS :
Tipe
A : Adrenalin
Tipe
B : Rumah sakit jiwa
Tipe
C : Rs madya
Peran menejer di Rs
·
Interpersonal
roul (model): sebagai org yg menjadi lider, penghubung, sebagai ikon
konsultan.
konsultan.
·
Informasional: sebagai mencari informasi,
sebagai penyampai informasi, sebagai juru bicara.
·
Decision (pengambil keputusan): sebagi memajukan
organisasi, menyelesaikan gangguan, pembagi sumber daya
·
Megosiator (perunding): cirri-ciri:
ü
manajer harus memiliki 3 kemampuan: konseptual
skil, conection (yuman skil), kompeten (technical skil)
Ciri-ciri
Manager harus memiliki 3 kemampuan
1. konseptual skill
2.
conection (human skill)
3.
kompeten/tecnikal skill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar