Rabu, 18 November 2015

gizi buru

BAB I
PENDAHULUAN


1.1            Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah gizi lebih
Masalah  gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, masalah  kesehatan, kemiskinan,  pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru.
Gizi buruk adalah fenomena balita Indonesia yang tak terbantahkan. Keberadaannya menampar keras setiap kali bangsa ini harus memperingati hari gizi nasional yang ditetapkan pemerintah setiap tanggal 25 Januari. Satu persatu balita penderita gizi buruk terkuak melalui media.
Sekarang  ini  masalah  gizi  mengalami   perkembangan  yang sangat pesat. Malnutrisi  masih  saja  melatarbelakangi  penyakit  dan  kematian  anak, meskipun sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya  zat gizi, terlebih zat gizi mikro.
Keadaan  kesehatan  gizi tergantung  dari  tingkat  konsumsi  yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk.
Hubungan  antara  kecukupan  gizi  dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing orang.
Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dpat ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran.
 Namun,  kemudian  disadari  bahwa  gejala klinis gizi kurang yang banayak ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir yang sudah kritis dari serangkaian proses proses lain yang mendahului.
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004). Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari.


1.2            Rumusan Masalah
1.      Apa yang disebut gizi buruk?
2.      Apa penyebab gizi buruk?
3.      Apa saja jenis-jenis gizi buruk?
4.      Bagaimana akibat gizi buruk?
5.      Bagaimana penyebaran gizi buruk di Indonesia?
6.      Bagaimana cara mencegah gizi buruk?
7.      Bagaimana cara menangani gizi buruk di Indonesia?









BAB II
PEMBAHASAN


2.1            Defenisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB terhadap TB ) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor.
Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu :
1.                  Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung lapar (Gizi Buruk).

2.                  Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.


2.2            Penyebab Gizi Buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
1.                  Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

2.                  Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik
Terjadinya kejadian infeksi penyakit ternyata mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana, menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah. Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keaadaan gizi anak yang jelek.

Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang diantaranya yaitu:
1.                  Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan pangan bagi keluarga.

2.                  Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak kadang kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan kebutuhan makan anak.

3.                  Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
a.       Keluarga miskin
b.      Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
c.       Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

UNICEF dalam Soekirman (2002) juga telah memperkenalkan dan sudah digunakan secara internasional mengenai berbagai faktor penyebab timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu :
1.                  Penyebab langsung
Makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkungan, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.

2.                  Penyebab tidak langsung
ü  Pertama, Ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya.
ü  Kedua, Pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih saying dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya.
ü  Ketiga, Faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit.


2.3            Jenis Gizi Buruk
Gizi buruk terbagi menjadi empat jenis yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan Marasmic-Kwashiorkor serta Obesitas.
a)                  Kwasiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori.
Jenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Kurang protein pangan adalah penyebab utama kwashiorkor sedang zat pangan pemberi tenaga mungkin cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan. Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri:
ü    Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
ü    Pandangan mata sayu
ü    Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
ü    Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
ü    Terjadi pembesaran hati
ü    Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
ü    Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
ü    Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
ü    Anemia dan diare.

b)                  Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat
Marasmus memiliki ciri-ciri:
ü    Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
ü    Wajah seperti orang tua
ü    Mudah menangis/cengeng dan rewel
ü    Kulit menjadi keriput
ü    Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
ü    Perut cekung, dan iga gambang
ü    Seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
ü    Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).

c)                  Marasmic-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok, seperti:
ü    Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
ü    Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
ü    Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pancreas.
ü    Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium. Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut

d)       Obesitas
Obesitas adalah masalah gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi jaringan lemak secara berlebihan di seluruh tubuh, dimana terdapat penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh.
 
Obesitas berarti berat badan (BB) yang melebihi BB rata-rata. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih besar dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal berarti mengalami obesitas
.
Obesitas sendiri digolongkan menjadi 3 kelompok:
ü Obesitas ringan: kelebihan berat badan 20-40%;
ü Obesitas sedang: kelebihan berat badan 41-100%; dan
ü Obesitas berat: kelebihan berat badan >100%.


2.4            Akibat Gizi Buruk
ü    Menyebabkan kematian bila tidak segera ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.
ü    Kurang cerdas.
ü    Berat dan tinggi badan pada umur dewasa lebih rendah dari normal.
ü    Sering sakit infeksi seperti batuk,pilek,diare,TBC,dan lain-lain


2.5            Persebaran Gizi Buruk di Indonesia
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi  makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
Tidak hanya kekurangan gizi, kelebihan gizi pun berdampak negatif bagi kesehatan seseorang. Dari perkiraan 210 juta penduduk Indonesia pada tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta jiwa (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta jiwa (4.7%). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan secara serius.
Menurut Departemen Kesehatan, pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). 
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004, kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun 2005 turun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 di antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta (755.397 di antaranya kasus gizi buruk). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2009, gizi buruk pada balita tersebar hampir merata di seluruh Indonesia..

Tabel 1 menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan jumlah kasus
No
Provinsi
1
Sulawesi Selatan
2
Sumatera Utara
3
Nusa Tenggara Timur
4
Jawa Timur
5
Jawa Tengah
6
Jawa Barat
7
Kalimantan Barat
8
Riau
9
Sumatera Barat
10
Sulawesi Tenggara
11
Kalimantan Timur
12
Kalimantan Selatan
13
Nuta Tenggara Barat
14
Sumatera Selatan
15
Gorontalo
16
Lampung
17
Banten
18
Sulawesi Utara
19
Papua
20
DKI Jakarta
21
Kalimantan tengah
22
Sulawesi Utara
23
Bengkulu
24
Bangka Belitung
25
Bali
26
Jambi
27
Maluku Utara
28
Maluku
29
DI Yogyakarta
Tabel 2 menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan prosentase jumlah penduduk

No
Provinsi
1
Gorontalo
2
Papua
3
Kalimantan Barat
4
Nusa tenggara Timur
5
Sumatera Utara
6
Nusa Tenggara Barat
7
Sumatera Selatan
8
Sulawesi Selatan
9
Riau
10
Kalimantan Selatan
11
Sulawesi Tengah
12
Bangka Belitung
13
Kalimantan Tengah
14
Maluku
15
Maluku Utara
16
Kalimantan Timur
17
Sulawesi Utara
18
Banten
19
Bengkulu
20
Lampung
21
Sumatera Barat
22
DKI Jakarta
23
Sulawesi Utara
24
Jawa Timur
25
Jawa Tengah
26
Jawa Barat
27
Bali
28
DI Yogyakarta
29
Jambi


2.6            Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak, yaitu:
1.      Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

2.      Anak diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.      Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

4.      Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

5.      Jika anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari


2.7            Penanganan Gizi Buruk
Orang yang obesitas harus memilih program penurunan berat badan yang aman. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih program penurunan berat badan yaitu:
ü Diet aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan (vitamin, mineral dan protein). 
ü Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat badan secara perlahan dan stabil.
ü Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.

Untuk diagnosa terjadinya gizi buruk, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan : 
ü Memeriksa tinggi dan berat badan pasien untuk menentukan BMI (body mass index)
ü Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidak normalan
ü Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain
ü Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk

Untuk penanganan gizi buruk. Dokter atau ahli gizi biasanya akan mengusulkan untuk pengaturan pola makan, termasuk jenis dan jumlah makanan. Bila diperlukan dapat juga diberikan suplemen atau vitamin untuk membantu memenuhi kebutuhan vitamin yang kurang tersebut. Apabila penyebab gizi buruk karena penyakit atau kondisi medis tertentu maka, terapi lain disarankan untuk menanganinya.



BAB III
PENUTUP


3.1            Kesimpulan
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.
Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsungnya yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai
Penduduk Indonesia pada tahun 2000, jumlah penduduk yang overweight diperkirakan mencapai 76.7 juta jiwa (17.5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9.8 juta jiwa (4.7%).
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. 
Jenis gizi buruk terbagi menjadi empat jenis yaitu Kwasiorkor, Marasmus dan Marasmic-Kwashiorkor serta Obesitas.
Gizi buruk dapat disebabkan karena kurangnya asupan gizi dan makanan terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Gizi buruk dapat dicegah dengan cara memberikan makanan yang bergizi tetapi sesuai dengan kebutuhan.
Penanganan gizi buruk dapat dilakukan dengan memberikan makanan yang bergizi. Tetapi bagi penderita obesitas dapat di tangani dengan cara mengatur pola makan, termasuk jenis dan jumlah makanan dan diet yang aman dan dianjurkan.




3.2            Saran
Diharapkan bagi masyarakat agar tidak tinggal diam jika melihat anak yang mengalami gizi buruk, dan sekiranya dapat di laporkan ke posyandu atau puskesmas terdekat agar dapat segera di tangani.

Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat. Seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan (serius). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.